Inilah Harapan Milan Terhadap Leonardo Araujo
Leonardo saat masih menjadi pelatih AC Milan. (Foto: AFP/Giuseppe Cacace) |
Jika ada satu sosok, selain Li Yonghong
tentunya, yang merasa kecewa dengan pengambilalihan Milan oleh Elliott
Management, dia adalah Rocco Commisso. Pengusaha Amerika Serikat berdarah
Italia itu, sejak kabar pengambilalihan mulai didengungkan, sudah ambil
ancang-ancang untuk menjadi pemilik anyar klub.
Commisso adalah seorang imigran Italia
yang memulai segalanya dari nol. Dari yang awalnya tak memiliki apa-apa, dia
berhasil menjadi salah satu pengusaha TV kabel sukses di Negeri Paman Sam.
Karena latar belakangnya itulah Commisso jadi yakin bahwa dia bisa membawa
Milan, yang kini berada di titik nol, untuk kembali ke masa kejayaan.
Dana sebesar 585 juta dolar AS (sekitar
8,5 triliun rupiah) sudah disiapkan oleh Commisso. Akan tetapi, pria kelahiran
1949 itu tampaknya -- setidaknya untuk saat ini -- harus gigit jari. Sebab,
Elliott Management justru menunjukkan keseriusannya dalam membangun Milan dari
bawah.
Restrukturisasi telah mulai dilakukan oleh
Elliott. Dua petinggi yang berkuasa pada era kepemilikan Li, CEO Marco Fassone
dan Direktur Olahraga Massimiliano Mirabelli, ditendang. Sebagai pengganti
Fassone, Elliott telah menunjuk sosok yang rekam jejaknya tak sembarangan.
Namanya Paolo Scaroni dan dia saat ini juga menjabat sebagai wakil chairman di
perusahaan investasi milik keluarga Rothschild.
CEO sudah ditunjuk dan sebagai langkah
berikut, Elliott telah menemukan sosok direktur olahraga pengganti Mirabelli.
Yang menarik, rekam jejak sang direktur olahraga baru ini juga tidak sembarangan.
Lebih dari itu, dia juga dikenal sebagai sosok yang akrab dengan Milan. Dia
adalah Leonardo Nascimento de Araujo.
Dalam pernyataan resminya, Scarone
mengatakan bahwa kembalinya Leonardo adalah sebuah langkah maju dalam upaya
Milan mencapai kesuksesan. "Penunjukan Leonardo merupakan pertanda lain
bahwa Elliott berkomitmen untuk mendatangkan sosok pemimpin kelas dunia yang
sarat pengalaman; yang tahu bagaimana caranya mengembalikan kebesaran
Milan," ujar Scaroni.
Sebagai seorang direktur olahraga, tugas
Leonardo sudah jelas. Bursa transfer musim panas 2018 ini akan menjadi area
tempatnya beraksi. Kegagalan Mirabelli mendatangkan pemain-pemain yang tepat
pada musim lalu menjadi musabab di balik penunjukan direktur olahraga baru.
Leonardo, dengan pengalamannya bertahun-tahun di posisi ini, diharapkan mampu
melakukan apa yang tidak bisa dilakukan sang pendahulu.
Sebenarnya, jabatan direktur olahraga
Milan bukan kali ini saja dipegang oleh Leonardo. Pada awal 2008, pria
kelahiran 1969 ini sudah pernah mengemban jabatan tersebut. Hanya, ketika itu
masa jabatannya tak berlangsung lama. Sebab, pada pertengahan tahun, menyusul
kepindahan Carlo Ancelotti ke Chelsea, Leonardo sudah harus berganti jabatan
menjadi pelatih.
Awalnya, menjadi pelatih tampak seperti
begitu natural bagi Leonardo. Kendati sempat mengalami masa-masa sulit pada
awal musim 2008/09, Leonardo akhirnya sukses mengantarkan Milan finis di urutan
dua klasemen Serie A. Akan tetapi, dalam perkembangannya, Leonardo tampak makin
tidak nyaman dengan peran sebagai pelatih.
Di Milan, sebagai pelatih, dia hanya
bertahan dua musim. Setelahnya, dia memilih untuk menyeberang ke
Internazionale. Bersama rival sekota Milan itu, Leonardo juga sebetulnya sempat
menunjukkan potensi. Dia berhasil mengantarkan Inter lolos ke perempat final
Liga Champions dan menjuarai Coppa Italia. Namun, di pengujung musim dia tetap
memilih untuk mundur.
Dari situlah karier Leonardo yang
sebenarnya dimulai. Nun jauh di Paris sana, sekelompok hartawan Arab tengah
memulai revolusi besar-besaran yang melibatkan Paris Saint-Germain (PSG). Oleh
para hartawan itu, Leonardo diberi jabatan sebagai direktur olahraga. Dia pun
dipasrahi tugas mencari pelatih anyar untuk menjadi suksesor Antoine Kombouare
serta pemain-pemain baru untuk memperkokoh skuat.
Leonardo berhasil menjawab tantangan
kelompok hartawan yang diwakili Nasser Al-Khelaifi itu. Tak tanggung-tanggung,
dia berhasil meyakinkan Ancelotti yang gagal meraih kesuksesan besar di London
Barat. Keberadaan pelatih dengan kredensial seperti yang dipunya Ancelotti
menjadi pendorong yang begitu kuat bagi PSG yang sedang dimabuk ambisi.
Untuk mempermudah tugas Ancelotti,
Leonardo kemudian juga mendatangkan bintang-bintang yang sudah dia kenal betul
di Serie A. Javier Pastore, Ezequiel Lavezzi, Zlatan Ibrahimovic, Thiago Motta,
dan Marco Verratti berhasil dia daratkan. Lalu, pada pertengahan musim 2011/12,
dia menggunakan pengaruhnya di Brasil untuk merayu Lucas Moura. Para pemain
itulah yang kemudian jadi tulang punggung PSG dalam beberapa tahun berikutnya.
Sayang, masa-masa Leonardo sebagai
direktur olahraga PSG itu berakhir prematur. Pada 2013, dia terlibat dalam
sebuah keributan dengan wasit Alexandre Castro yang membuatnya dihukum selama
satu tahun dua bulan. Kala itu, pada 5 Mei 2013, pada sebuah laga Ligue 1
menghadapi Valenciennes, Leonardo kedapatan mendorong Castro karena tak puas
dengan keputusan sang pengadil.
Apa yang terjadi antara dirinya dan Castro
itu menunjukkan bahwa Leonardo memang bukan sosok yang bisa diinjak. Ketika dia
memiliki opini, dia akan mempertahankan itu, meskipun terkadang sampai melewati
batas. Saat menjadi pelatih Milan, misalnya, Leonardo sebenarnya tidak memilih
untuk mundur, melainkan dipecat secara diam-diam oleh Silvio Berlusconi.
Kala itu, Leonardo mengakui bahwa
hubungannya dengan sang patron memang tidak harmonis. Meski Wakil Presiden
Milan saat itu, Adriano Galliani, sudah berupaya menyembunyikan riak yang ada,
Leonardo tetap muncul dengan pengakuan yang sebenarnya. Bagi Leonardo,
Berlusconi adalah sosok yang sulit dipuaskan.
Masalah Leonardo dengan Berlusconi itu
memang merupakan efek samping natural dari sifat para pemilik di mayoritas klub
Italia. Di negeri semenanjung itu, sebagian besar pemilik klub bersikap sebagai
patron. Dalam artian, mereka mau mengatur segalanya, termasuk soal taktik dan
pemilihan pemain. Itulah mengapa, sosok idealis seperti Leonardo tidak akan
nyaman bekerja di bawah bos seperti Berlusconi.
Sikap idealis Leonardo itu sudah
ditunjukkannya ketika masih jadi pemain dulu. Jelang final Piala Dunia 1998,
Leonardo adalah pemimpin dari kubu pemain yang menolak diturunkannya Ronaldo
Luiz Nazario de Lima. Leonardo beranggapan bahwa apabila Ronaldo tidak fit, dia
tidak boleh dimainkan karena itu akan merugikan tim.
Bahkan, sebelum pertandingan pun Leonardo
telah mengajak Ronaldo bicara empat mata. Oleh seniornya di Tim Nasional
(Timnas) Brasil itu, Ronaldo diberi tahu bahwa dirinya tidak akan bermain.
Namun, pelatih Mario Zagallo berkata lain. Entah memang betul karena ada intervensi
Nike selaku sponsor tim atau tidak, yang jelas pada laga final itu Ronaldo
akhirnya turun berlaga dan bermain luar biasa buruk.
Terlepas dari sifatnya yang keras itu,
kemampuan Leonardo bisa sangat diandalkan oleh Milan yang sekarang. Sebab,
sebelum menjadi direktur olahraga Milan dulu dia sudah pernah menunjukkan bakat
sebagai perekrut pemain andal dengan mendatangkan tiga pemain hebat ke kubu
'Iblis Merah'.
Leonardo menghabiskan musim terakhirnya
sebagai pesepak bola di Milan, tepatnya pada musim 2002/03. Saat itu, menit
bermainnya sangatlah terbatas karena dalam semusim dia hanya turun berlaga
sekali. Meski demikian, Leonardo bukannya sama sekali tidak berguna. Justru,
pada musim itu dia sudah mulai melakukan pekerjaan dari balik layar.
Lewat koneksinya di Brasil, Leonardo
sukses mendatangkan salah satu pesepak bola terbaik yang pernah dimiliki Milan,
yakni Ricardo Izecson dos Santos Leite alias Kaka. Pada musim 2003/04, Kaka
mendarat di Milan sebagai pemuda potensial yang di kemudian hari berhasil
menaklukkan dunia. Leonardo pulalah yang nantinya terlibat dalam proses
penjualan Kaka ke Real Madrid demi menambal utang klub yang kian menumpuk.
Selain Kaka, Thiago Silva dan Alexandre
Pato juga merupakan pemain bintang Milan yang datang berkat campur tangan
Leonardo. Ini artinya, jika Leonardo sudah diberi keleluasaan, dia akan bisa
menunjukkan 'sentuhan Midas' yang dia miliki. Apalagi, Elliott telah berjanji
bahwa Leonardo bakal mendapatkan semua sumber daya yang dia butuhkan untuk
mengangkat Milan kembali.
Kini, yang jadi pekerjaan rumah bagi
Leonardo adalah bagaimana agar dia bisa bekerja dengan baik bersama Scaroni.
Apabila keharmonisan antara dua figur itu tercapai, kembalinya masa kejayaan
Milan bukan lagi soal bisa atau tidak, melainkan kapan.
Komentar
Posting Komentar